Sebagai wujud komitmen untuk memberi perlindungan
kepada anak bangsa, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO
No. 138 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dan Konvensi
ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan
Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Sebagai tindak lanjut,
dikeluarkan Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2001 tentang Pem–bentukan
Komite Aksi Nasional Peng–hapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak
(KAN-PBPTA) dan Keputusan Pre–siden No. 59 Tahun 2002 tentang Rencana
Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak
(RAN-PBPTA). Implementasi Rencana Aksi tersebut dilakukan secara
terkoordinasi dan terin–tegrasi dengan berbagai instansi/lembaga
terkait, baik Pemerintah maupun Non Pe–merintah melalui wadah Komite
Aksi Nasional PBPTA yang sudah mengakar sampai tingkat Propinsi dan
Kab./Kota walaupun nama kelembagaannya beragam.
Masalah pekerja anak sangat kompleks karena terkait
masalah kemiskinan, sehingga penanganannya harus dibarengi upaya
pemberdayaan ekonomi keluarga, perluasan kesempatan pendidikan, dan
peningkatan derajat kesehatan kepada pekerja anak dan keluarganya. Dalam
rangka percepatan pe–nanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial,
Pemerintah Indonesia pada tahun 2007 telah meluncurkan program nasional
yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) dengan leading sector Departemen Sosial. PKH adalah program yang memberikan bantuan langsung tunai (BLT)
kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dimana data mengenai RTSM
mengacu dari hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006.
Sebagai imbalannya, RTSM wajib memenuhi persyaratan terkait upaya
peningkatan kualitas SDM yaitu melalui kesehatan dan pendidikan. Di
bidang kesehatan dengan cara meningkatkan status kesehatan ibu dan anak
dengan memberi insentif untuk me–lakukan kunjungan kesehatan yang
bersifat preventif, sedangkan di bidang pendidikan dengan cara
meningkatkan dan mengem–bangkan angka partisipasi wajib belajar
pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun.
Pada RTSM
banyak ditemukan pekerja anak yang bekerja pada bentuk-bentuk pe–kerjaan
terburuk untuk anak seperti buruh tambang, kuli bangunan, loper koran,
tukang semir sepatu, buruh membuat genteng dan batu bata, pembantu rumah
tangga, dll yang semua jenis pekerjaan tersebut dapat meng–ganggu
tumbuh kembang anak secara sosial maupun psikologis serta beresiko
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Keba–nyakan dari mereka putus
sekolah serta masih dalam usia wajib belajar 9 (sembilan) tahun.
Dalam
rangka mendukung program PKH dan sebagai implementasi Rencana Aksi
Na–sional PBPTA, pada tahun 2008 Depna–kertrans melaksanakan program
Pengurangan Pekerja Anak guna mendukung Program Keluarga Harapan
(PPA-PKH) yang bertujuan mengurangi jumlah pekerja anak terutama pada
BPTA yang putus sekolah dari RTSM untuk ditarik dari tempat kerja dan
dikemba–likan ke dunia pendidikan melalui pendam–pingan di shelter
(rumah singgah). Program ini melibatkan berbagai instansi terkait baik
Pemerintah maupun Non Pemerintah dan pa–da tahap pertama dilaksanakan di
7 Propinsi dan 48 Kab./Kota sesuai sasaran Program Keluarga Harapan,
Untuk
melaksanakan program PPA-PKH ini Depnakertrans membentuk kelembagaan di
tingkat Propinsi dan Kab./Kota. Susunan Tim pelaksana program PPA-PKH
di tingkat Propinsi maupun Kab./Kota terdiri dari pem–bina, pengarah,
penanggung jawab, sekre–tariat, dan tim pelaksana teknis. Di tingkat
Propinsi melalui SK penanggung jawab diang–kat Koordinator
Kabupaten/Kota yang berasal dari Pengawas Ketenagakerjaan dan atau
pejabat yang ditunjuk pada Dinas Yang Membidangi Ketenagakerjaan
Propinsi. Sedangkan di tingkat Kab./Kota diangkat Koordinator Shelter
yang juga berasal dari Pengawas Ketenagakerjaan dan atau pejabat yang
ditunjuk pada Dinas Yang Membidangi Ketenagakerjaan Kab./Kota.
Program
PPA-PKH pada intinya mem–berikan pendampingan pada pekerja anak yang
telah ditarik dari pekerjaannya agar mempunyai motivasi kembali untuk
mema–suki dunia pendidikan. Penentuan pekerja anak sebagai calon
penerima manfaat ber–dasarkan skala prioritas. Prioritas pertama adalah
pekerja anak dari RTSM putus sekolah dan bekerja pada BPTA, prioritas
kedua adalah pekerja anak dari RTSM putus sekolah usia di bawah 13
tahun, prioritas ketiga adalah pekerja anak dari RTSM putus sekolah usia
13 tahun – 18 tahun. Bila hal ini belum men–cukupi dapat menggunakan
urutan prioritas berikutnya atau juga dapat menggunakan data RTSM milik
Departemen Sosial untuk diveri–fikasi kembali keberadaan pekerja
anaknya.
Dari permasalahan yang ada di tingkat
Kabupaten dengan tidak tercukupinya calon penerima manfaat sesuai kuota
yang ada, selanjutnya melalui surat Dirjen Pembinaan dan Pengawasan
Ketenagakerjaan (Binwas–naker) Depnakertrans, calon penerima man–faat
dapat diambilkan dari data pekerja anak yang ada di masing-masing daerah
di luar data BPS Tahun 2006, asalkan dapat diper–caya dan dilaporkan ke
Depnakertrans. Lang–kah ini diharapkan dapat memenuhi kuota calon
penerima manfaat sesuai yang telah ditetapkan.
Sarana
dan prasarana yang diperlukan selama pendampingan : pertama, shelter
yaitu tempat kegiatan dalam memfasilitasi pen–dampingan pekerja anak
selama 1 (satu) bu–lan, dapat berupa balai latihan kerja milik
pe–merintah maupun swasta, pondok pesantren, asrama, rumah, dll.
Ketentuan mengenai lo–kasi, kelengkapan sarana, status serta
ka–pasitasnya sudah ditentukan. Selanjutnya tenaga pendamping, tiap
shelter terdiri atas 3 (tiga) orang pendamping. Pendamping bisa berasal
dari LSM, pekerja sosial, atau relawan yang direkrut oleh penanggung
jawab dengan syarat dan tahap rekrut yang sudah ditentukan pula. Posisi
pendamping memegang peranan penting pada keberhasilan pelaksanaan
program. Tugas pendamping melakukan ho–me visit untuk menyiapkan calon
penerima manfaat program, melakukan pendampingan dan memotivasi penerima
manfaat selama di shelter dan pasca shelter, hingga penyiapan
rekomendasi tentang minat dan kemampuan anak dalam rangka pengembalian
ke dunia pendidikan. Belum juga melakukan home visit pasca shelter untuk
membimbing pe–nerima manfaat serta memberi pemahaman kepada orang
tuanya agar tetap berkomitmen pada pendidikan.
Saat
di shelter peran seorang tutor diper–lukan untuk melakukan proses
belajar-mengajar dan memotivasi serta memper–siapkan anak kembali ke
dunia pendidikan, sehari-harinya bersinergi dengan tenaga pendamping
untuk melakukan pendampingan selama di shelter. Kreativitas seorang
tutor dalam penyampaian materi dan pemberian motivasi diperlukan agar
anak tidak jenuh dan betah tinggal di shelter, karena dengan latar
belakang anak yang beragam, kehidupan keras sebagai anak jalanan,
pergaulan bebas atau pengaruh situasi dan kondisi rumah tangga sangat
dimungkinkan banyak permasalahan yang mereka hadapi.
Dalam
pelaksanaan program PPA-PKH, setiap jenjang kelembagaan pelaksana baik
Pusat, Propinsi dan Kab. wajib mendoku–mentasikan dan melaporkan semua
aktivitas yang dilakukan melalui kegiatan monitoring, evaluasi dan
pelaporan. Target dari kegiatan monitoring adalah dengan sarana sumber
daya dan dana yang ada jumlah pekerja anak dari RTSM dapat berkurang.
Dari hasil ke–giatan evaluasi diharapkan dengan outcomes meningkatnya
angka partisipasi sekolah anak akan membawa impact meningkat pula
tingkat kesejahteraan RTSM.
Pada tingkat Propinsi,
monitoring, eva–luasi dan pelaporan dilakukan oleh masing-masing
Koordinator Kab., yaitu pada tahap persiapan pelaksanaan program, tahap
pe–laksanaan pendampingan di shelter dan tahap pasca pendampingan.
Selanjutnya hasil monitoring dilaporkan pada ketua tim teknis dan
dilakukan evaluasi bersama untuk me–ngetahui hambatan-hambatan yang ada
guna dilakukan penyelesaiannya. Di tingkat Kab. yang wajib melakukan
monitoring, evaluasi dan pelaporan adalah masing-masing Koordinator
shelter.
Hingga saat ini, dengan dimulainya
per–siapan kegiatan pada bulan Juli 2008 sampai dengan berakhirnya
proses pendampingan di shelter selama 1 (satu) bulan pada November 2008,
dapat dilakukan kajian sebagai bahan masukan untuk pelaksanaan kegiatan
pada tahap berikutnya. Pertama, waktu yang relatif pendek dan mendesak
dalam pelaksanaan program PPA-PKH, sehingga tidak cukup waktu untuk
melakukan persiapan sarana-prasarana dengan baik dan benar sesuai
sya–rat dan kelengkapan yang ditentukan, misal–nya tempat shelter,
petugas pendamping, tutor, materi ajar, penyedia makanan, dll, sehingga
ada beberapa Kabupaten dalam pe–nyediaan sarana dan prasarana tersebut
seadanya dan kurang sesuai dengan persya–ratan dan kelengkapan
sebagaimana ketentuan, Kedua, dengan terbatasnya waktu dan adanya
pergantian personil yang diutus mengikuti beberapa kali pengarahan dari
Tim Pusat sehingga kurang adanya pemahaman pada petugas teknis akan
pedoman program PPA-PKH yang telah ditetapkan oleh Depna–kertrans,
kurangnya koordinasi dengan ins–tansi terkait seperti Dinas Sosial,
Dinas Pendidikan, Departemen Agama dan Dinas Kesehatan, dan kurangnya
sosialisasi pada masyarakat luas sebagai calon penerima manfaat program
sehingga dalam teknis pelaksanaan kegiatan banyak ditemui kendala,
Ketiga, adanya kegiatan dalam tek–nis operasional yang tidak terdapat
pada mata anggaran kegiatan, misalnya biaya transport untuk penjemputan
calon penerima manfaat ke shelter, biaya kesehatan selama di shel–ter,
untuk ke depan hal-hal teknis selama pe–laksanaan pendampingan hal ini
perlu dipi–kirkan, Keempat, untuk tindak lanjut program PPA-PKH perlu
dipikirkan segera langkah penanganannya, dengan dikeluarkannya
Re–komendasi berdasar minat dan kemampuan penerima manfaat untuk kembali
pada dunia pendidikan. Sejauhmana hal ini di follow-up dan apakah
program PPA-PKH sudah terin–tegrasi dengan instansi terkait, hal ini
menjadi pe-er para stakeholder untuk segera me–ngambil langkah
penanganannya.
Ribuan pekerja anak di Jatim
menggan–tungkan harapan pada program PPA-PKH ini. Langkah pertama sudah
diambil, kepastian langkah berikutnya menjadi kewajiban Pemerintah dan
menjadi hak bagi pekerja anak sebagai penerima manfaat program, ka–rena
mereka sudah ditarik dari pekerjaannya. Dalam kerangka program PKH skala
Nasional patut optimis program PPA-PKH ini akan berhasil dan menuai
kesuksesan. (pe–nulis adalah fungsional pengawas KK)